oleh

KPAI : “Menguji Siswa Dengan Soal Yang Tidak Pernah Dilatihkan Adalah Malpraktek Dalam Evaluasi” 

-NASIONAL-402 views

Garuda-News.ID Jakarta – KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) menyampaikan keprihatinan atas sulitnya soal mata uji matematika UNBK SMA tahun 2018 yang viral di media social maupun media massa, Selasa, 17/04/2018.

Dalam keterangan pers pada redaksi, KPAI menyampaikan apresiasi kepada para peserta UNBK SMA yang berani bersuara di ruang public atas kasus ini. KPAI juga mengapresiasi Mendikbud RI yang berani meminta maaf secara terbuka pasca kritik pedas para peserta UNBK SMA.

Walau demikian KPAI juga menyesalkan cepatnya reaksi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI yang langsung menyatakan bahwa soal matematika UNBK SMA memang dibuat sulit, karena termasuk jenis soal HOTS (Higher Order Thinking Skills).

“Padahal, sulit (hard) atau mudahnya sebuah soal tidak bisa langsung ditentukan dari teks ataupun konteks soal. Secara metodologis tingkat kesukaran soal ditentukan dengan statistik. Dari populasi atau sampel diperiksa berapakah siswa yang menjawab benar, salah atau malah tidak menjawab,” urai Retno Listyarti, Komisioner KPAI Bidang Pendidikan.

“Sederhananya bila banyak siswa menjawab dengan benar berarti soal itu mudah. Bila yang terjadi sebaliknya berarti soal itu Sulit. Sementara hasil UNBK matematika SMA belum diketahui hasilnya saat itu,” tambah Retno.

KPAI Menerima Pengaduan

KPAI tidak membuka posko pengaduan, namun pengaduan para peserta UNBK yang diterima bidang pendidikan cukup banyak. Pengaduan berasal dari Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Depok, Kota Bekasi, Cikarang, Jakarta Selatan, Jakarta Timur dan Jakarta Utara. Pengadu ada yang berasal dari SMA Negeri maupun SMA swasta.

KPAI tidak membuka posko pengaduan UNBK, namun Komisioner KPAI bidang Pendidikan menerima banyak keluhan dan pengaduan dari para peserta UNBK SMA tahun 2018, terutama untuk soal mata uji matematika. Luapan emosi anak-anak ditumpahkan melalui aplikasi WhatsApp, Line, DM Twiter, inbox Facebook dan telepon langsung.

Hal-hal yang dikeluhkan diantaranya adalah soal UNBK Matematika yang sangat sulit, tidak cukup waktu mengerjakannya karena langkahnya yang banyak dan rumit, soal tidak sesuai dengan kisi-kisi, dan siswa menyatakan hanya menyakini jawaban benar sekitar 5 s.d. 10 dari 40 soal yang diuji. Siswa juga mengaku tidak pernah membayangkan soal matematikn UNBK sesulit itu, padahal selama ini mereka sudah belajar keras untuk berlatih menyelesaikan soal-soal matematika dari berbagai sumber.

Ketika digali lebih jauh, para siswa pengadu mengaku tidak pernah mendapatkan soal jenis itu dalam proses pembelajaran dan penilaian selama 3 tahun di SMA. Beberapa siswa yang menelepon langsung ada yang menangis karena khawatir mendapat nilai buruk dan ada juga yang menyatakan berkurang semangatnya mengikuti ujian hari ketiga dan keempat akibat frustasi mengerjakan soal matematika di hari kedua ujian.

KPAI mengapresiasi keberanian anak-anak generasi milineal ini untuk mengungkapkan perasaannya, pikirannya dan penilaiannya terhadap sulitnya soal-soal matematika UNBK SMA secara terbuka di ruang publik dan media social. Apa yang mereka ungkapkan adalah bentuk hak partisipasi anak dalam mengkritisi kebijakan pendidikan yang mereka nilai tak adil.

Pelanggaran Hak Anak

Dari pengaduan yang masuk, KPAI menemukan beberapa indikasi masalah terkait sulitnya soal UNBK Matematika SMA, sebagai berikut:

(1) KPAI mendorong Kemdikbud RI untuk melakukan evaluasi terhadap penyajian soal ujian nasional jenjang SMA yang berlangsung pekan lalu secara transparan, karena ada dugaan mal praktek evaluasi yang menimbulkan ketidakadilan bagi anak-anak peserta UNBK SMA.

(2) Ada dugaan mal praktek evaluasi karena, sejumlah soal terindikasi sulit dipahami oleh siswa karena materinya belum pernah diajarkan di kelas.Siswa tidak memahami soal itu karena soal itu tidak mengukur kemampuan siswa terkait materi yang dipelajari. Artinya validitas soal bermasalah. Menguji siswa dengan materi yang tidak pernah dipelajari adalah ketidakadilan.

(3) Bisa jadi soal itu bermasalah karena tidak memiliki daya pembeda. Artinya soal itu tidak bisa membedakan antara siswa yang ada di kelompok atas dan bawah (kemapuan diskriminasi). Bisa juga karena teks soal itu bersifat ambigu atau multitafsir sehingga dipahami berbeda oleh siswa satu dan siswa lainnya (masalah realibilitas soal). Berbeda dengan tingkat kesukaran, level berpikir tiap soal ditentukan sejak tahap persiapan pembuatan soal.

(4) Dari referensi yang dipelajari oleh KPAI, soal tipe HOTS bukan berarti soalnya harus sulit. Soal tipe Hots pada UNBK adalah soal-soal yang dalam bahasa blue print ujian dikenal dengan kode L3 artinya soal tipe penalaran.

Ciri utama soal L3 adalah benar-benar mencoba menghindari soal yang bertipe sekedar ingatan, sebaliknya menuntut siswa untuk berpikir dan menerapkan konsep-konsep yang mereka pelajari pada situasi baru yang tidak familiar atau situasi yang sudah mereka kenal tetapi tidak ada algoritma tunggal yang tersedia untuk menjawabnya, mereka harus melakukan proses berpikir analisis, sintesis, menilai dan mengambil keputusan atas masalah yang disodorkan dalam soal.

“Hal ini berbeda dengan soal sulit (hard), soal yang dikatakan sulit bila dalam menjawabnya membutuhkan banyak langkah penyelesaian, banyak variabel yang tidak diketahui dan biasanya menggunakan banyak operasi matematika untuk menyelesaikannya,” urai Retno.

(5) Pembelajaran HOTS menuntut para guru yang mampu meyakinkan siswa bahwa materi yang dipelajari berguna untuk kehidupan sehari-hari. Untuk itu, Penguasaan konsep/teori bukan hanya dihafalkan. Tapi dibawa untuk mampu diaplikasikan dalam hal-hal yang sederhana hingga rumit. Pembuat kebijakan harus bisa merumuskan pembelajaran HOTS yang mampu dikembangkan para guru.

“Kalau Kemdikbud mau adil, maka yang perlu dibenahi para gurunya untuk melakukan proses pembelajaran HOTS bukan malah berkosentrasi pada UN saja untuk menguji HOTS para siswanya,” ujar Retno.

Berdasarkan lima indikasi di atas, maka KPAI menemukan ada dugaan bahwa Kemdikbud RI telah melakukan pelanggaran hak anak, karena menguji anak-anak dengan soal-soal yang materinya dan jenis soalnya tidak pernah diajarkan, ini adalah mal praktek dalam pendidikan, tepatnya dalam evaluasi. Kalau mal praktek di kedokteran bisa menimbulkan kematian, maka mal praktek di pendidikan bisa merugikan para siswa dan menghambat kualitas pendidikan. (*)

sumber : KPAI

editor : haykalyubi

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed